Gemuruh hujan di sore hari membuat seluruh penghuni bumi menjadi basah, ada yang berlari mencari tempat berteduh dan ada pula yang bermain main dengan air yang diturunkan oleh langit. Aku menengadah ke arah langit, seolah mereka ikut berduka atas apa yang telah aku alami. Setetes demi setetes air membasahi batu nisan yang baru saja menuliskan nama penghuninya, tidak peduli dengan tangisan keluarga yang ditinggalkan. Dan aku hanya terdiam melihat nama yang dituliskan di batu nisan tersebut, seseorang yang selalu menemani ku selama 4 tahun dengan kebahagiaan dan kasih sayang. Kadang aku selalu berfikir kenapa Dia tidak adil, merenggut kebahagiaan ku dengan mengambil nya seolah tidak akan terjadi hal yang buruk. Aku masih terdiam saat sahabatku menghampiri dan mengajakku pulang. relain dia ra, aku yakin dia bakal bahagia kalau kamu bahagia, hanya kalimat itu yang berhasil menyadarkanku. Badanku pun bergerak, mengikuti sahabatku yang membawaku pulang tapi pikiranku kosong dan seolah memberontak tidak ingin meninggalkan tempat ini. Seandainya aku mengetahui apa yang terjadi, mungkin aku akan berusaha yang terbaik untuk membahagiakannya. Setelah itu yang kudengar hanya teriakan orang-orang dan tubuhku yang seakan seperti melayang, dengan tatapan kabur aku mulai memejamkan mata, berharap ini semua hanya mimpi.
Flashback..
“Ciaraa” teriak seseorang yang suara nya sudah tidak asing lagi di kepalaku, ya, dia adalah kharisa, sahabatku dari sd hingga sekarang. Banyak orang yang mengetahui tentang kami, kalau disitu ada ciara sudah pasti disampingnya ada kharisa, begitupun sebaliknya. Aku pun heran kenapa hingga saat ini aku masih bertahan bersahabat dengannya, padahal sering terjadi perdebatan di antara kami namun kami bisa mengatasi hal tersebut. “suara lo udah mirip sound yang rusak tau gak, malu maluin” jawabku sambil berjalan menuju kelas. Yang diledek hanya nyengir lalu menjitak kepala ku, dan terjadilah kejar kejaran di antara kami hingga ke kelas. Oh ya, kami sekarang sudah duduk di semester 7, yang berarti sudah memasuki tahun terakhir dan akan membuat skripsi. Membayangkan membuat skripsi setebal buku ensiklopedia saja sudah membuatku mual, apalagi jika harus membuat nya hanya dalam waktu setahun.
Tibalah kami di kelas, kharisa dan aku selalu mengambil tempat duduk di tengah agar terlihat jelas ketika dosen menerangkan dan kadang sambil memainkan gadget. Satu per satu teman teman kami mulai berdatangan dan mengisi bangku yang kosong, sambil menunggu dosen banyak yang melakukan aktifitas seperti bergosip, bermain game,tidur atau sekedar ber-selfie ria. Aku memandang satu per satu ke arah teman temanku dan pandanganku terhenti ketika melihat seorang laki laki yang tengah membaca buku sambil mendengarkan musik, aku tidak pernah melihat laki laki itu sebelumnya, dari paras dan fisiknya dia bisa di kategorikan sempurna. Dengan wajah putih dengan rahang yg kokoh, hidung mancung serta badan atletis, mustahil bila tidak ada wanita yang tidak menyukai diri nya. Kharisa yang menyadari aku sedang memandangi lelaki itu dengan sengaja menjitak kepalaku dengan kipas yang dia pegang, aku pun memberikan tatapan tajam ke arahnya yang dibalasnya dengan nyengir. “jangan ngelamun lo pagi-pagi tar kemasukan jin tomang, by the way lo liatin siapa?”, aku membalasnya dengan tatapan bosan lalu memandang lagi ke arah depan. Kharisa yang tidak puas dengan jawabanku hanya mendengus kesal sambil kembali memainkan gadgetnya, meski terkadang dia mencuri pandang ke arahku seakan ingin memergokiku sekali lagi melihat ke arah laki laki itu. Setelah 15 menit, dosen pun datang dan memulai mata kuliahnya, tidak lama kemudian laki laki itu meninggalkan meja nya dan berjalan ke arah depan. Aku memandangi laki laki tersebut, tapi dia hanya melihat ke depan tanpa melirik ke arah manapun. Dia duduk di depan dan mencatat apa yang dosen terangkan, entah mengapa aku merasa penasaran dengan laki laki itu, dengan sifatnya yang dingin dan jarang berbicara, bisa disimpulkan bahwa dia anti sosial. Tiba tiba muncul ide gila dalam otakku, yakni; mengajak nya berkenalan, tidak masalah bila mengajak berkenalan dengan teman sekelas bukan?
Akhirnya setelah berkutat selama 2 jam kelas pun usai, dia yang sedari tadi sibuk mencatat tidak menyadari keberadaanku yang sudah tepat berada di depannya. Selama 5 menit aku melihat ke arahnya dan dia sama sekali tidak menyadari bahwa ada seorang gadis yang menunggu nya untuk berkenalan, oke, sebut ini memalukan tapi aku benar benar penasaran. Setelah selesai mencatat dia memasukan bukunya dan memandang ke arahku dengan wajah datar, catat; dengan wajah datar. Ditatap seperti itu sempat membuatku tidak berkutik, aku pun mengumpulkan keberanian dan memberanikan diri untuk berbicara dengannya. “hay, aku ciara, salam kenal” kataku sambil tersenyum dan mengulurkan tangan. Sekali lagi dia menatapku dengan wajah datar, setelah beberapa menit akhirnya dia berbicara “christian”. Oke, hanya sepatah kata dan dia tidak membalas uluran tanganku, setelah berbicara dia pun keluar dan meninggalkanku yang terpaku tidak percaya. 2 menit kemudian aku tersadar, aku seperti orang idiot yang berusaha mengajak bicara anak bayi, aku pun menghentakkan kaki ku ke lantai dan segera meninggalkan ruangan tersebut dengan rasa malu, kesal, dan kecewa. Aku mengeluarkan gadget ku dan men-dial nomer Kharisa.
“ca lo dimana?”
“foodcourt, lo dimana?”
“wait gue kesana sekarang”
Aku pun segera mematikan ponselku dan bergegas menuju kesana dengan perasaan kesal.
Sesampainya di foodcourt mataku pun mencari kharisa, setelah beberapa menit aku mencari akhirnya aku dapat menemukan dia sedang makan di pojok sambil memainkan laptopnya. Dia yang menyadari kehadiranku pun melambaikan tangan dan membuat gerakan untuk duduk di sebelahnya. Aku merebahkan diri di kursi sambil memejamkan mata, kharisa yang menyadari perbedaan raut muka ku pun hanya menatapku yang seakan mengatakan ceritain-apa-yang-terjadi-sekarang. Aku menghembuskan nafas kasar dan menyeruput minuman miliknya sambil memulai kejadian awal di kelas, kharisa hanya memperhatikanku dalam diam tanpa berkomentar apapun hingga akhirnya aku selesai berbicara. “well, you are the stupid girl in the world, harga diri sebagai seorang cewe mau lo kemanain? Gosh” jawabnya sambil menepuk jidat, aku menatapnya dengan tatapan bosan, beginilah jika kamu cerita dengan seorang kharisa, tingkat lebay dan terlalu drama nya membuatku bosan. She’s drama queen, menurutku. Sambi mendengar ceramahnya tentang kodrat dan sifat perempuan, mataku kembali memusatkan pada segerombolan orang yang berada di foodcourt ini, dan entah kebetulan atau tidak aku kembali menemukan sosok itu, sosok yang tadi pagi sempat membuatku kesal. Dia sedang memesan makanan dan segera menuju meja kosong di dekatnya, aku pun melihatnya tanpa melepaskan pandanganku. Lagi lagi dia seorang diri, tapi beberapa perempuan menatapnya seakan dia adalah mangsa, dan entah mengapa aku tidak suka, ketika aku hendak berdiri untuk menemuinya, kharisa menahan tanganku seolah mengatakan diam disini atau kau akan mengalami kejadian pagi tadi. Aku hanya menurut dan mengurungkan niat untuk menuju ke arahnya, pada akhirnya aku hanya menatap dia dari jauh, mengagumi sosoknya dalam diam dan berharap dia akan berbicara padaku.
“ooh jadi itu cowo yang sempet ngebuat lo jadi galau merana” sindir kharisa dengan wajah datar. “dia keliatan ansos banget deh ra, tolong.. lo cantik ra lo pinter, bisa kali nyari yang lebih dari dia”. Kadang aku ingin menyumpal mulutnya itu dengan kain atau apapun yang ada di dekatku, tapi sekali lagi solusi kharisa bila di cerna dengan baik pasti ada benarnya. Aku hanya mendengus dan menyantap kembali sarapan yang sempat tertunda, daripada harus berdebat lagi dengan nya lebih baik aku melihat makananku. Karena keasyikan menyantap sarapan aku tidak menyadari ada seseorang di dekatku, “ra” kata orang itu. Aku menengadahkan kepalaku ke atas dan terkejut melihat sosok itu, sosok yang sedari tadi melintang di pikiranku kini tepat berada di depanku dan memanggil namaku. “ra” katanya lagi, aku mengerjapkan mataku dan tersenyum padanya sambil berkata “ya christ? Ada apa?”. Dia menatapku sambil menyerahkan sebuah buku, lalu meninggalkan kami.
“oh my god! Dia ga diajarin sopan santun apa?!” teriak kharisa sambil mengebrakan meja, aku yang melihatnya berusaha menenangkan kharisa, kemudian berlari mengejar christ. Dia yang sudah berjalan sangat jauh di depan sempat membuatku kesulitan untuk mengejarnya.“christ! Tunggu!” teriakku di sepanjang koridor yang sukses membuatku menjadi pusat perhatian, tapi aku tidak peduli. Yang aku pedulikan hanya christ yang tiba tiba datang dan menghilang. Dia menolehkan kepala saat melihatku dan kemudian berhenti, aku yang sudah ada di belakang nya berusaha mengambil nafas karena aku berlari cukup jauh hingga ke gerbang keluar. Dia menatapku lagi namun dengan tatapan heran, dan lagi lagi aku tidak berkutik ketika berhadapan dengannya. Dia pun mendengus pasrah dan membalikan badannya hampir meninggalkanku, namun tiba-tiba tanganku reflek menahan lengannya sehingga dia lagi-lagi menghentikan langkahnya.
“ada perlu apa?” akhirnya dia mulai berbicara, entah karena dia yang tidak tahan karena aku hanya diam saja. “eh y.. ya itu buku, eh iya itu maksudnya bu.. buku a.. apa?” aku pun reflek menutup mulut dengan tanganku, bayangkan, orang yang kau sukai berada di depan mata dan kau berbicara dengannya dengan tergagap dan entah dengan ekspresi muka yang aneh, ya tuhan tolong semoga dia ga ketawa rutukku dalam hati. “Bukan punyamu ya?” tanyanya dengan muka tanpa ekspresi. Aku hanya menggeleng dan ketika hendak menjawab pertanyaan nya, suara kharisa yang menggelegar dari koridor langsung membuat kami menoleh, “CIARA LO BERANI TINGGALIN GUE DI KANTIN?! TEMEN MACAM APA LO!” aku pun meringgis takut, ya, kalau kharisa sudah murka apapun bakal dia lakuin untuk ngeluapin kekesalannya. Tanpa aku sadari christ telah meninggalkan ku, aku langsung mencari sosoknya namun tidak ada. Ya, lagi-lagi dia menghilang, dan aku tidak dapat mengejar sosoknya.